Senin, 11 April 2011

Pemimpin Itu...Bepengaruh

Adalah Rasulullah Muhammad SAW, sosok yang buta huruf namun mampu mengubah wajah peradaban dunia melalui risalah Islam yang diajarkannya. Beliau dikenal sebagai seorang pemimpin agama, panglima perang, diplomat ulung, sekaligus negarawan yang handal.
Dalam sejarah, dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW, situasi sosial dan politik wilayah Arab yang dipenuhi dengan persaingan antarsuku dan tata kehidupan yang keras khas padang pasir berubah menjadi sebuah komunitas yang bersatu dengan peradaban yang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Beliau adalah sosok pemimpin yang sukses.

Salah satu kunci instrumen penting dalam kepemimpinan Rasulullah yang patut kita tiru adalah kemampuan beliau dalam mempengaruhi orang lain. Stephanie Barrat-Godefroy (penulis buku tentang mamajemen SDM), menguraikan bahwa salah satu persyaratan untuk menjadi seorang pemimpin sejati adalah harus mampu mempengaruhi orang lain. Kemampuan mempengaruhi orang lain lain menjadi modal dasar seorang pemimpin, bagi komunitas apapun, dari lembaga bisnis, pemerintahan, agama, dan sebagainya.
Pertanyaannya adalah apa yang bisa membuat seorang pemimpin memiliki pengaruh yang kuat terhadap para pengikutnya? Ada beberapa hal, yaitu

KETINGGIAN ILMU
Kepandaian seseorang dapat menyebabkan seseorang itu berpengaruh terhadap orang lain. Bahkan seorang khalifah sekalipun bisa tunduk kepada seorang yang memiliki ketinggian ilmu. Suatu ketika, khalifah Harun ar-Rasyid mendengar ketinggian ilmu Imam Malik, peletak dasar Mazhab Maliki.
Sang khalifah tertarik supaya anak-anaknya belajar pada sang ulama. Ia meminta sang ulama untuk datang ke istana khalifah. ”Saya ingin anak-anakku mendengarkan kajian kitab al-Muwaththa’ di istana,” ujar Harun ar-Rasyid.
Namun, betapa terkejutnya sang khalifah, Imam Malik tidak mau datang ke istananya. Dengan tegas Imam Malik menjawab, ”al-Ilmu yu’ta alaihi wa la ya’ti” (Ilmu harus didatangi, bukan mendatangi). Harun ar-Rasyid tidak bisa apa-apa. Ia lantas menyuruh putra-putranya datang ke masjid tempat Imam Maliki memberikan kajian untuk mengaji bersama rakyatnya.
Sobat, bisa kita lihat bahwa pengaruh seseorang bisa timbul karena ketinggian ilmunya. Namun perlu diperhatikan, bahwa jangan dikira dengan sebatas menguasai ilmu saja, kita bisa menjadi orang yang berpengaruh. Menuntut ilmu harus disertai dengan mengamalkannya secara ikhlas. Pengamalan dengan ikhlas atas ilmu akan menumbuhkan rendah hati yang memancarkan kewibawaan. Itulah kunci kenapa Imam Malik menjadi begitu berpengaruh.

KEMAMPUAN LISAN
Tidak semua pengaruh muncul dari ketinggian ilmu. Pengaruh bisa tumbuh karena kecerdasan lisan seseorang. Kemampuan berbicara, orasi, atau berdiplomasi yang baik dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain. Bung Karno, presiden pertama RI, adalah contoh pemimpin berpengaruh sekaligus orator yang ulung.
Mari kita simak siroh tentang sahabat Mush’ab bin Umair! Beliau adalah duta dakwah pertama yang diutus Rasulullah membuka dakwah di Madinah. Pada suatu hari, Mush’ab bin Umair menyampaikan dakwah di hadapan kabilah Abdul Asyhal di Madinah, tiba-tiba beliau dihadang Usaid bin Hudlair, sang kepala kabilah.
”Apa maksud kedatangnmu ke sini? Apakah hendak membodohi kaumku? Tinggalkan segera tempat ini! Atau nyawamu akan melayang!” bentak Usaid sambil menodongkan tombak ke dada ibnu Umair.
Dengan tenang dan halus, Mush’ab bin Umair menjawab, ”Bagaimana jika Anda duduk dan mendengarkan dulu? Seandainya Anda menyukai nanti, Anda dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, saya akan menghentikan apa yang tidak Anda sukai!”
Mendengar permintaan halus tersebut, seketika Usaid menjatuhkan tombaknya dan meminta ibnu Umair untuk menyampaikan dakwahnya. Segera Mush’ab bin Umair membacakan ayat-ayat Al-Quran dan menguraikan dakwah yang dibawakan Muhammad SAW. Hasilnya, hati dan pikiran Usaid mulai terbuka dengan hidayah Allah yang bercahaya, Usaid bersyahadat. Tidak lama kemudian, keislaman Usaid bin Hudlair diikuti Sa’ad bin Mu’adz, kemudian Sa’ad bin Ubadah. Pasca masuk Islamnya tiga tokoh tersebut, masyarakat Madinah berbondong-bondong masuk Islam.
Sobat, sosok sahabat Mush’ab bin Umair menjadi teladan kita tentang bagaimana kemampuan diplomasi lisan dapat mempengaruhi pikiran orang. Dengan pertolongan Allah SWT melalui kemampuan lisannya, Mush’ab bin Usaid mampu mempengaruhi masyarakat Madinah dan kemudian mempersiapkan Madinah untuk kedatangan rombongan hijrah kaum Muslimin dari Mekah.

KEKUATAN KEPRIBADIAN
Dialah Abdurrahman ibnul Jauzi. Beliau memang hanya seorang ulama, tapi kekuasaan dan pengaruhnya mampu melebihi kekuasaan seorang raja. Dengan kekuatan kepribadiannya, kharismanya, beliau mampu mengusai jalan pikiran setiap orang yang mendengarkan petuahnya.

Untaian kalimat nasihat yang keluar lisannya, mampu melembutkan hati sekeras batu sekalipun. Sinar matanya yang penuh wibawa dan kharisma mampu menjinakkan keliaran mata. Setiap kali ia berkhotbah, ribuan atau bahkan ratusan ribu orang menemui kesadaran kembali. Bahkan penguasa digdaya yang tidak pernah menangis seumur hidupnya akan menangisi dirinya di hadapannya.
Apa yang menyebabkan pengaruh yang beliau miliki begitu luar biasa di hadapan orang lain? Jawabannya tidak lain karena kekuatan kepribadian beliau. Kepribadian yang terbentuk dari kharisma dan pesona diri. Ya, kepribadian beliau menjadi berpengaruh karena kharismanya. Kharisma tumbuh dari gabungan wibawa dan pesona, ilmu dan akhlak, pikiran dan tekda, keluasan wawasan dan kelapangan dada. Beliau menebarkan ilmu dan cinta di setiap penjuru pikiran manusia.
Itulah kekuasaan spiritual, kata Anis Matta. Kekuasaan yang mampu menimbulkan ketaatan atas dasar pengakuan tulus, bukan ketakutan atas ancaman. Kekuasaan yang mampu menimbulkan ketundukan atas dasar hormat dan cinta.

SENI MENDENGARKAN
Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain ini, dengan ilmu, lisan, dan kepribadian, akan semakin ampuh jika ditambah dengan seni mendengarkan. Mengapa harus mendengarkan? Memang, kebanyakan orang senang berbicara mengenai diri sendiri, baik mengenai keberhasilan maupun masalah mereka.
Padahal, jika ingin menjadi seorang pemimpin sejati ia harus pandai mendengarkan. Jika seorang teman atau bawahan ingin menyampaikan masalah yang dihadapinya, pergunakanlah telinga dengan penuh simpati dan perhatian. Jika dia minta nasehat, berikan beberapa anjuran. Jangan sekali- kali membicarakan masalah Anda sendiri. Orang tersebut tidak ingin mendengarkan apa yang Anda katakan. Tetapi jika Anda ingin mempengaruhi orang itu supaya melakukan sesuatu untuk Anda, maka dengarkanlah apa yang mereka sampaikan.
Sejak lahir kita dianugerahkan Allah dua telinga dan satu mulut. Dua telinga berfungsi sebagai alat pendengaran, dan mulut berfungsi sebagai sarana untuk berbicara. Allah menghendaki bahwa kita, sebagai hambanya, harus pandai mendengarkan dua kali lipat dibandingkan dengan berbicara.
Untuk memanfaatkan anugerah Allah ini, berikut diuraikan lima kiat meningkatkan kemampuan mendengarkan. Kiat pertama adalah berhenti berbicara. Tahan keinginan Anda untuk berbicara atau hanya sekedar memberi komentar dengan mengendalikan emosi Anda saat rekan atau bawahan Anda menyampaikan pendapatnya. Kedua, tunjukan minat terhadap topik pembicaraan orang lain dengan cara mengajukan pertanyaan.
Ketiga, ciptakan suasana tentram bagi pembicara dengan cara menampakkan raut wajah yang bersahabat dan senyuman yang ramah. Keempat, berempatilah dengan pembicara. Seandainya Anda sebagai orang yang hendak menyampaikan pendapatnya kepada orang lain atau atasan Anda, apa yang Anda harapkan dari mereka? Posisikan diri anda sebagai orang lain yang sedang berbicara.
Kelima, jadilah orang sabar agar dapat melaksanakan keempat kiat meningkatkan kemampuan mendengarkan tersebut. Menjadi orang sabar tentunya memerlukan waktu dan perjalanan waktu akan menuntun Anda menjadi seorang pemimpin yang sejati.

Reference
Anis Matta. 2004. Mencari Pahlawan Indonesia. The Trabawi Centre
Hepi Andi Bastoni. 2006. Belajar dari Dua Umar. Qalammas.
Khalid M. Khalid. Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat Rasulullah. Penerbit Diponegoro.

Selengkapnya...

Kamis, 24 Maret 2011

..Menulis itu Asyik..

Ternyata sudah lama sekali tidak menulis, kalau melihat dari daftar artikel di blog ini hampir 2 tahun berhenti menulis di blog ini. Alasan klasik, sibuk tidak sempat untuk menulis. Sebenarnya sih hanya pembenaran atas kemalsan untuk kembali menuangkan ide-ide, curahan hati, gagasan, dalam sebuah tulisan.
Dan..sekarang..semangat untuk menulis muncul kembali..semoga tidak seperti yang dulu-dulu, semangat menulis hanya di awal saja..
Karena menulis itu asyik..dulu ketika awal membuat blog yang menjadi lintasan awal adalah bagaimana membuat blog itu menjadi populer, pageranknya tinggi, dijadikan tempat sarang iklan, sehingga banyak pemasukan. Tetapi ternyata hal ini membuat semangat untuk menulis hanya musiman, tidak konsisten. Karena kenikmatan untuk menulis belum terasakan, ya mungkin karena niat awalnya hanya untuk sekedar populer-populeran.
Dan..sekarang..ternyata menulis itu asyik..menulis di jadikan sarana untuk menumpahkan semua hal yang ada di otak mulai dari yang remeh temeh sampai hal yang cukup visoner, tidak peduli apakah itu artikel yang menarik atau tidak. Yang penting menulis, yang ada di otak tertuangkan, beres..
Dengan menulis kita juga dapat mengurangi stress lo..karena dengan menulis otak kita tidak penuh dengan hal-hal yang sebatas awang-awang, tidak terkpnsepkan secara detail. Tidak terpetakan secara rinci. Makanya dengan menulis, berbagai masalah yang ada di kepala dapat terpetakan dan terkesan lebih simpel untuk di fahami.
Di awal memang menulis itu susah, karena diri kita yang susah untuk memulai menulis. Hal pertama yang biasanya di bingungkan adalah, menulis apa ya..? karena kita berfikir bahwa tulisan kita harus bagus, harus menarik, harus sistematis, jadinya kita terlalu di bingungkan untuk bagaimana mewujudkan itu semua. Padahal apa yang kita tulis adalah hak kita, mau menulis apapun terserah kita (walaupun tetap menghormati orang lain), mau bagus atau jelek itu penilaian orang lain. Tetapi setidaknya kita sudah menulis..everything... Jadi di awal adalah, tulislah apa yang ada di pikiranmu, apapun...Jangan di Batasi...Tetap percaya diri.. Dan juga jangan lupa untuk banyak membaca, sebuah teko tidak akan bisa mengisi gelas kalau teko itu tidak terisi air..:)
Nah...Yok meulis dari sekarang...apapun itu..
Selengkapnya...

..Ketika Aku Jatuh Cinta..

Suatu hari Fatimah binti Rasulullah Saw, berkata kepada Ali r.a, suaminya.

“Wahai kekasihku, sesunguhnya aku pernah menyukai seorang pemuda ketika aku masih gadis dulu.”

“O ya,” tanggap sayidina Ali dengan wajah sedikit memerah. “Siapakah lelaki terhormat itu, dinda?”

“Lelaki itu adalah engkau, sayangku.” jawabnya sambil tersipu, membuat sayidina Ali tersenyum dan semakin mencintai isterinya.

Percakapan antara Fatimah r.a dengan Ali r.a di atas munkin cukup romantis bagi kita, mungkin hal ini sudah menjadi biasa bagi sepasang kekasih yang sudah terikat perjanjian pernikahan, tetapi bagi yang belum menikah, mungkin percakapan – percakpan romantis ini hanya di temukan di bacaan tentang pernikahan ataupun novel-novel saja. Percakapan yang romantis menjadi misteri yang terus menggelitik hati untuk menjadi hal yang membuat penasaran.

Alangkah bahagianya apabila misteri itu menjadi kenyataan bagi seorang pemuda yang sudah mendambakan sejak lama peristiwa tersebut, dan kemudian sampai pada terminal hati sebuah ikatan suci pernikahan. Sehingga pemuda itu bisa mengungkapkan apa yang ada di hatinya, yang selama ini disimpan kemudian di ungkapkan kepada istrinya.

Tetapi hal ini hanya menjadi hak milik bagi mereka yang sudah siap dan mampu untuk menjalani sebuah perjanjian yang berat, yaitu pernikahan. Kepada pemuda yang masih belum mampu, hanya menjadi misteri yang selalu menggoda.
Kadang-kadang ada pemuda yang tidak kuat untuk menahan perasaan itu, imajinasi itu terus menari-nari dan menggoda hatinya. Sehingga suatu ketika dorongan untuk mengungkapkan perasaan itu cukup besar, sangat dahsyat. Tetapi kepada siapakah persaan ini di ungkapkan? Istri belum punya, kekasihpun tidak ada. Kata pacaran sudah benar-benar di hapus di dalam masa remajanya. Terus kepada siapa..? padahal dorongan itu terus menggelora dengan dahsyatnya.
Hingga suatu ketika dalam sebuah rapat koordinasi atau ketika membahas tugas kuliah, ada sesuatu yang mempesona di balik sana. Peristiwa itu mempertemukan dua pesona, yang selama ini masing-masing sedang memancar dengan dahsyatnya. Dan imajinasi itu kembali menari-nari.
“Mungkin di balik hijabnya yang rapi itu, dialah gadis yang halus perasaanya, peduli kepada sesama. Nah..mungkin inilah yang kuimpikan selama ini..”
“Dibalik wajahnya yang kalem, terpancar ketegasan yang berwibawa ketika mengambil keputusan. Sosok ikhwan yang beginilah yang aku dambakan..”
Dan perasaan itu pun hadir dengan halusnya bersamaan dengan sering berinteraksi.
CINTA…
Lalu apakah perasaan ini harus diungkapakan, padahal untuk melakukan perjanjian suci itu sungguh berat dan banyak yang harus dipersiapkan oleh pribadi ini. Padahal gejolak rasa itu terus menggelora di dalam dada. Sehingga berbincang dengannya adalah sesuatu yang mengasyikkan, menerima sms nya adalah sesuatu yang di damba-dambakan, ketika berdiskusi dengannya timbul perasaan senang yang lain dari biasanya, berpisah denganya dalam koordinasi adalah sesuatu yang berat, ketidakhadirannya dalam pertemuan menimbulkan kekecewaan yang tidak sekedar kecewa antar staff atau antara ketua dan anggotanya.
Indah…
Tapi berbuah musibah..
Interaksi yang longgar antara ikhwan dan akhwat membawa mereka ke dalam dua dilema yang dari hari kehari semakin menekan dan membingungkan. Dilema… Perasaan itu sudah telanjur hadir dan semakin merasuk ke dalam hati, bagaikan virus ganas yang menginfeksi organ tubuh kita. Indah tetapi bermasalah. Maksud hati ingin menikah, tetapi sangat berat di lakukan karena belum punya kesiapan. Mau di tingggalkan, tetapi persaan semakin menekan, cinta terlanjur bersemi. Menunggu pernikahan, tetapi sehari terasa seperti bertahun-tahun. Terus menjalankan interaksi, tetapi hati semakin merasa bersalah.
Terus bagaimana solusinya…?? Ketika kita membahasnya dengan realita dan logika, maka akan memberikan pembahasan yang panjang dan hanya menimbulkan kebingungan saja. Tapi selayaknyalah kita berbicara atas dasar keimanan dan nurani, agar kita terhindar dari prasangka.
Tanyakanlah kepada nurani dan keimanan kita, kepada siapakah kita sewajibnya untuk jatuh cinta..? masih mampukan kita mempertahankan cinta kepada Rabb kita sebagai prioritas pertama ? atau cinta kepadanya sudah mulai mengeliminir rasa cinta abadi kepada-Nya.? Dengan kekuatan iman, cinta kepada Allah bisa mengeliminir cinta kepada seseorang yang telah menjauhkan dari keridhaan-Nya. Cinta macam apa yang menjauhkan diri dari keridhaan Allah? Untuk apa mempertahankan cinta yang akhirnya membuahkan benci Dzat yang sangat kita harapkan cinta-Nya?
Renungkanlah saudaraku dan jawablah dengan nuranimu..

Selengkapnya...

..Makna Sebuah Kehilangan..

Hwaa..si Kenji hilang...si Kenji adalah motor sport punyaku yang biasa di pakai kemanapun, siap touring ke luar kota...Baru sekitar 4 bulan menemani aktivitas di kampus dan yang lainnya. pernah bersama di misi relawan Merapi, pernah bersama kehujanan pasir waktu evakuasi pengungsi dan sebagainya. Dan motor itu sekarang hilang di ambil orang. Merasa kehilangan..? Pasti..Lantas apa yang harus dilakukan..

Sebenarnya, pikiran yang terlintas di awal adalah mengutuk habis si pencuri, karena saya sudah berusaha untuk menjaga kemanan dengan mengaktifkan kemanan standar pada motor. Menyalahkan si Pencuri, apakah ini salah..? Tidak.. Tetapi ada hal yang lebih bermanfaat untuk di lakukan, karena ini berimbas kedepan. Yaitu berinstropeksi diri atas kehilangan yang di dapat,,

Alhamdulillah...dengan kehilangan ini menjadikan saya untuk berinstropeksi diri, ada apa di balik kehilangan ini. Karena sebagai orang yang beriman, saya yakin bahwa musibah ini ada hikmah yang bisa di ambil di baliknya. Selain karena merasa ceroboh dalam menjaga harta, dan benar-benar berniat untuk tidak ceroboh lagi. Tapi ada sesuatu hal yang mengusik hati tentang instropeksi diri ini, dengan kehilangan ini saya merasa ada yang salah dengan aktivitas selama ini yang berhubungan dengan si Kenji, yang kemudian Allah memberi peringatan dengan memberi kelonggaran sehingga memudahkan si pencuri untuk mengambilnya.

Hal yang terlintas dalam evaluasi diri adalah sombongnya saya ketika memakai si Kenji, mungkin dengan kehilangan ini menjadikan diri semakin rendah diri. Merasakan bagaimana aktivitas tanpa di bantu kendaraan. Kemudian adalah sulitnya menjaga hati ketika bersama si Kenji yang notabene adalah motor keren, dengan model sport, body besar gagah, suara cukup mantap, yang menggambarkan motor maskulin. Setidaknya yang terlintas adalah kalaupun orangnya tidak keren, motornya udah cakep.Hmmm...Astagfirullah...

Selanjutnya serahkan semuanya pada Allah..karena Dialah yang berkehendak..

Kawan..jadikan setiap kehilangan itu peringatan bagi kita, sehingga kita senantiasa dapat memperbaiki diri. Mungkin dengan kehilangan ini dapat membuat kita lebih siap untuk mempunyainya kembali di saat yang lain. Setiap apa yang kita dapatkan sekarang, baik itu musibah maupun nikmat, merupakan hasil dari kumpulan-kumpulan amalan-amalan kita sebelumnya. Sehingga sudah selayaknyalah bagi kita untuk berinstropeksi diri ketika sedang kehilangan.. Tetapi jangan pernah berlarut-larut dalam penyesalan, daripada sibuk meratap lebih baik sibuk untuk menatap, menatap ke depan, membuat harapan...

:)
Selengkapnya...

Senin, 21 Maret 2011

Pemimpin itu....Menyikapi Masalah

Pada detik-detik menjelang perang Badar, tiba-tiba saja kondisi berubah total. Kini kaum Muslimin dari kalangan Muhajirin dan Anshar bukan lagi berhadapan dengan Abu Sufyan dengan kalifahnya serta tigapuluh atau empatpuluh orang rombongannya itu saja, yang takkan dapat melawan Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya, melainkan Mekah dengan seluruh isinya sekarang keluar dipimpin oleh pemuka-pemuka mereka sendiri guna membela perdagangan mereka itu.

Masalah besar tengah dihadapi kaum Muslimin. Andaikata pihak Muslimin sudah dapat mengejar kafilah Abu Sufyan, kemudian mengambil tawanan dan menguasai unta beserta muatannya, pihak Quraisypun tentu akan segera pula dapat menyusul mereka. Soalnya karena terdorong oleh rasa cintanya kepada harta dan ingin mempertahankannya. Mereka merasa sudah didukung oleh sejumlah orang dan perlengkapan yang cukup besar. Mereka bertekad akan bertempur dan mengambil kembali harta mereka, atau bersedia mati untuk itu.

Namun sebaliknya, apabila rombongan Rasulullah SAW kembali pulang, pihak Quraisy dan Yahudi Medinah tentu merasa mendapat angin. Dia sendiri terpaksa akan berada dalam situasi yang serba dibuat-buat, sahabat-sahabatnya pun terpaksa akan memikul segala tekanan dan gangguan Yahudi Medinah, seperti gangguan yang pernah mereka alami dari pihak Quraisy di Mekah dahulu. Ya, apabila ia menyerah kepada situasi semacam itu, mustahil sekali kebenaran akan dapat ditegakkan dan Tuhan akan memberikan pertolongan dalam menegakkan agama itu.

Dengan berkekuatan 1000 pasukan, kaum kafir Quraisy telah berada di medan perang Badar. Tak ada kemungkinan untuk menghindar dari perang bagi kaum Muslimin. Suka atau tidka suka, Rasulullah SAW dengan 300an pasukannya harus maju menghadapi pasukan yang jumlahnya tiga kali lipat.

Rasulullah SAW memahami situasi genting ini. Beliau memutuskan untuk bemusyawarah dengan dengan sahabat-sahabatnya. Diberitahukannya kepada mereka tentang keadaan Quraisy menurut berita yang sudah diterimanya. Abu Bakr dan Umar juga lalu memberikan pendapat, kemudian diikuti Miqdad bin ‘Amr. Mereka menyatakan siap maju perang. Saad bin Muadz, pemimpin kaum Anshar, segera menanggapi dan menyatakan kesiapannya mengikuti perintah perang Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW dan pasukannya berangkat menuju Badar melalui bukit Ash’shafir, kemudian melewati daerah yang bernama ad-Diyah, kemudian berhenti tidak jauh dari Badar. Di tempat itulah, pasukan Muslimin menyusun strategi perang. Dengan strategi yang jitu, mereka berhasil mengalahkan pasukan kafir Quraisy, meski jumlah lawan jauh lebih banyak.

Sobat Cendekia, pelajaran tentang kepemimpinan yang sangat berharga dapat kita simak dari kisah perang Badar diatas. Rasullullah SAW dan para sahabatnya telah menunjukkan kepada kita tentang bagaimana seorang pemimpin harus menyikapi permasalahan yang tengah dihadapi, seperti halnya masalah besar pasukan Muslimin menjelang perang Badar. Bagaimana seorang pemimpin memaknai sebuah masalah?
Masalah adalah kesempatan

Bagi seorang pemimpin, masalah adalah kesempatan untuk banyak hal. Kesempatan untuk meningkatkan kemampuan diri. Kesempatan untuk mengaktualisasikan diri. Kesempatan untuk membentuk integritas diri. Kesempatan untuk menuju kesuksesan yang lebih tinggi. Kesempatan untuk maju. Kesempatan untuk berevaluasi.

Masalah adalah kesempatan untuk apa saja. Tentunya bagi seorang pemimpin muslim sejati, maka masalah adalah kesempatan untuk beramal lebih banyak. Kesempatan untuk menambah ladang pahala. Kesempatan untuk menyiapkan bekal bagi akhirat kita.

Bagi pasukan Muslimin Badar, medan perang ini adalah kesempatan emas untuk membuktikan eksistensi kaum Muslimin bagi kaum kafir. Inilah momen penting yang sangat menentukan kesuksesan masa depan dakwah Islam. Jika kesempatan ini terlewatkan, maka boleh jadi dakwah Islam akan berhenti saat itu juga.

Selain itu, inilah kesempatan bagi para sahabat untuk membuktikan keimanan dan ketaatan mereka kepada Allah dan RasulNya. Maka meski mereka menghadapi masalah jumlah pasukan yang lebih banyak, tapi tidak mengendurkan semangat perang mereka.

Nah, karena masalah adalah kesempatan, maka pada saat datang, kita akan menganggapnya sebagai hadiah yang kita terima dengan sukacita. Bahkan kita akan menunggunya dengan harap, seandainya masalah tidak datang.

Masalah adalah tantangan

Janganlah menganggap masalah sebagai suatu beban yang harus dipikul di pundak. Ketika kita memaknai masalah sebagai beban, maka kita akan cenderung menghindarinya. Sikap ini akan memunculkan pesimisme dalam diri sobat. Dan sobat tahu, bahwa orang-orang yang gagal adalah yang suka menghindari masalah. Ubahlah paradigma berpikir seperti itu. Anggaplah masalah adalah tantangan.

Ketika kita memaknainya sebagai tantangan, maka kita akan cenderung berusaha menghadapinya. Pada saat itu, optimisme akan muncul dengan sendirinya. Dan sobat juga tahu, bahwa optimisme adalah modal utama untuk mencapai kesuksesan. Sikap optimis akan melahirkan semangat dalam berusaha mencari solusi atas masalah yang dihadapi.

Sikap seorang pemimpin yang optimis dan bersemangat juga mampu mempengaruhi suasana hati para pengikutnya menjadi bersemangat pula. Anda dapat dengan mudah mempengaruhi bawahan Anda, ketika Anda tampil optimis dan bersemangat dalam menghadapi masalah.

Jika masalah adalah tantangan, maka untuk menyelesaikannya pun membutuhkan kekuatan. Kekuatan hati, pikiran, tenaga, waktu, dan sebagainya. Karena itu, seringkali kita berubah menjadi jauh lebih kuat, setelah berhasil menyelesaikan masalah sebelumnya. Bukanlah menjadi lemah, justru kekuatan akan menjadi milik Anda, ketika Anda menghadapi dan menyelesaikan masalah. Bukankah kaum Muslimin menjadi semakin kuat pasca kemenangan di medan Badar?

Sama halnya dengan anak-anak elang. Hadiah terbesar bagi anak elang, yang dapat diberikan induk elang, bukanlah potongan daging makanan, bukan pula eraman hangat di malam yang dingin. Namun, ketika sang induk melemparkan mereka dari sarang yang tinggi di pohon. Detik pertama, anak elang akan menjerit ketakutan, mengira induknya sungguh keterlaluan, membiarkan anaknya jatuh ke tanah, menghadapi kematian.

Sesaat kemudian, bukanlah kematian yang mereka dapatkan, justru kekuatan yang menjadi modal utama sepanjang hidupnya. Mereka mendapatkan kesejatian sebagai seekor elang, yaitu kemampuan terbang. Anak-anak elang itu telah mampu menghadapi masalah dan mengubahnya menadji kekuatan. Kekuatan terbang.

Nah sobat, kadang kita juga sering dibayangi, seolah-olah masalah yang kita hadapi besar dan sangat sulit dipecahkan. Padahal ketika kita mau mecoba mengatasinya, ternyata mudah dan ringan diselesaikan. Maka, hadapi dan lakukan sesuatu sekarang untuk mengatasi Anda. Jangan tunda lagi. Kita belum tentu masalahnya sebesar dan sesulit yang kita takutkan.
Selengkapnya...

Jumat, 18 Maret 2011

Pejuang Peradaban

Pejuang Peradaban….

Membangun peradaban itu tidak membutuhkan pejuang-pejuang yang cengeng…
yang mengeluh ketika sudah berpeluh..
Membangun peradaban itu tidak membutuhkan mental-mental pecundang…
yang terpental saat kejumudan menghadang…
Membangun peradaban itu sulit…
Tidak ada kesempatan yang berfikiran sempit..
Membangun peradaban itu panjang…
Hanya untuk para pejuang…

Membangun peradaban itu membutuhkan PERJUANGAN…………
Membangun peradaban itu membutuhkan KEIKHLASAN….
Membangun peradaban itu membutuhkan KEFAHAMAN…

Membutuhkan pejuang-pejuang yang…

Selalu ceria karena yakin Allah selalu memberikan pertolongan padanya..
Selalu tersenyum bahkan saat yang lainnya merasa pahit..
Selalu menerima nasehat ketika merasa dirinya sedang tersesat..

Bergeraklah tidak mengenal kata henti sampai Surga di kakimu…

Selengkapnya...